Laporan singkat dan rekomendasi teknis kejadian gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan Tim Tanggap Darurat (TTD) Bencana Gempa Bumi Badan Geologi (BG) (Dr. Supartoyo, Gangsar Turjono, Fadlianto Nurfalah, ST) dan dibantu Tim Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengda Sulawesi Selatan (Dr. Ir. Sultan Ham Yahya, MT., Arif, ST., MT., dan Baso Rezki Maulana, ST., MT) serta data sekunder lainnya sebagai berikut:
1. Informasi Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi pada hari Selasa tanggal 14 Desember 2021 pukul 10:20:23 WIB. Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lokasi pusat gempa bumi terletak di Laut Flores pada koordinat pada koordinat 7,59°LS dan 122,24°BT dengan magnitudo (M 7,4) pada kedalaman 10 km dan berjarak sekitar 115 km utara Kota Maumere (ibu kota Kabupaten Sikka), Provinsi Nusa Tenggara Timur, atau berjarak sekitar 256,6 km tenggara Kota Benteng (ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar), Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 7,603 LS dan 122,200° BTdengan magnitudo (M 7,3) pada kedalaman 18,50 km. Berdasarkan data GeoForschungsZentrum (GFZ) Jerman, lokasi pusat gempa bumi terletak di laut pada koordinat 122,26° BT dan 7,61° LS, dengan magnitudo (M 7,0) pada kedalaman 12 km.
2. Kondisi Geologi Daerah Terlanda Gempa Bumi
Lokasi pusat gempa bumi terletak di Laut Flores dekat dengan pulau – pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah terdekat dengan lokasi pusat gempa bumi adalah Pulau Kalaotoa dan Pulau Madu yang termasuk Kecamatan Pasilambena, Kabupaten Kepulauan Selayar. Pulau – pulau tersebut merupakan morfologi dataran pantai yang berbatasan dengan morfologi perbukitan bergelombang hingga perbukitan terjal pada bagian tengah pulau. Sebagian pantai di pulau-pulau tersebut merupakan relief sedang hingga tinggi.
Berdasarkan kenampakan peta geologi lembar Bonerate (Pusat Survei Geologi/ PSG, 1994) dan lembar Ujung Pandang (PSG, 1982), pulau – pulau tersebut pada umumnya tersusun oleh endapan Kuarter berupa endapan aluvial pantai, sungai dan batugamping koral, serta batuan berumur Tersier berupa batuan sedimen, batuan beku dan batugamping. Sebagian batuan berumur Tersier terkekarkan dan telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter dan batuan berumur Tersier yang telah mengalami pelapukan akn bersifat lepas, lunak, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan guncangan gempa bumi. Selain itu pada morfologi perbukitan bergelombang hingga perbukitan terjal yang tersusun oleh batuan berumur Tersier yang telah mengalami pelapukan dan terkekarkan akan berpotensi terjadi gerakan tanah bila dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
3. Penyebab Gempa Bumi
Berdasarkan data lokasi pusat gempa bumi, kedalaman dan mekanisme sumber (focal mechanism) dari data BMKG, USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, maka kejadian gempa bumi ini diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme sesar mendatar berarah barat barat laut hingga timur tenggara. Sesar mendatar di Laut Flores ini belum teridentifikasi sebagai sumber gempa bumi. Dengan kejadian gempa bumi ini, maka nilai magnitudo (M 7,4) dapat digolongkan sebagai nilai sejarah kejadian gempa bumi terkuat hingga kini, dan nilai ini dapat disebut sebagai Maximum Probable Earthquake (MPE). Sementara itu untuk mengidentifikasi nilai magnitudo maksimum harus dilakukan analisis seismotektonik menggunakan data bathymetri, lintasan seismik, sebaran kegempaan, dan lain-lain. Nilai magnitudo maksimum diperlukan sebagai salah satu masukan untuk melakukan pemutakhiran peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi daerah Kepulauan Selayar (selain nilai laju geser/ slip rate).
Berdasarkan data Badan Geologi, struktur utama di Laut Flores adalah sesar naik busur belakang Flores (Flores Back Arc Thrust) yang berarah relatif barat – timur. Sesar ini cukup panjang yang membentang mulai dari utara pulau Bali, Lombok, Sumbawa hingga Flores. Sesar naik ini tergolong aktif dan pernah memicu terjadinya gempa bumi kuat dengan magnitudo (M 7,8) yang memicu terjadinya tsunami dahsyat pada tahun 1992.
4. Gempa Bumi Susulan
Kejadian gempa bumi utama tanggal 14 Desember 2021 diikuti oleh serangkaian kejadian gempa bumi susulan. Menurut data BMKG hingga tanggal 18 Desember 2021 telah terjadi 724 kali gempa susulan dengan magnitudo berkisar antara (M 1,0) hingga (M 5,4). Panjang sesar yang bergerak saat terjadi gempa bumi bila dihitung menggunakan metode dari Well dan Coppersmith (1994) diperkirakan mencapai 84, 33 km. Oleh karena itu diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan. Penduduk setempat juga merasakan kejadian gempa bumi susulan tersebut. Beberapa kejadian gempa bumi susulan guncangannya masih terasa cukup kuat yang mengakibatkan kepanikan sesaat penduduk yang merasakannya. Jumlah dan kekuatan gempa bumi susulan yang terjadi akan terus menurun, hal ini mengindikasikan bahwa blok batuan yang telah terpatahkan, terdeformasi dan mengakibatkan terjadinya gempa bumi sedang menuju proses keseimbangan.
5. Dampak Gempa Bumi
Kejadian gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 telah mengakibatkan bencana di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Data BPBD Kabupaten Kepulauan Selayar dan hasil pemeriksaan lapangan memperlihatkan bahwa dampak dari kejadian tersebut adalah 1 orang meninggal dunia, 175 orang luka-luka, 358 bangunan rusak berat, 808 bangunan rusak ringan dan 26 bangunan pemerintah rusak. Daerah yang mengalami bencana meliputi Kecamatan Pasimarannu, Pasilambena, Takabonerate, dan Pasimasunggu. Kecamatan Pasimarannu dan Pasilambena merupakan daerah terparah karena lokasinya terletak dekat dengan pusat gempa bumi. Kerusakan bangunan tersebut tergolong kerusakan berat, sedang hingga ringan berupa : robohnya bangunan, bangunan miring, patahnya kolom struktur dan balok, retakan dinding dan lantai, mengelupasnya plester dinding. Kejadian gempa bumi ini tidak mengakibatkan terjadinya sesar permukaan (surface rupture), namun diikuti oleh bahaya ikutan (collateral hazard) yaitu retakan tanah, penurunan tanah dan gerakan tanah di Kecamatan Pasilambena. Menurut data Badan Informasi Geospasial (BIG) kejadian gempa bumi tersebut memicu terjadinya tsunami kecil setinggi 7 cm yang teramati di pantai Marapokot, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penurunan tanah terjadi di Dusun Latodo, Lembang Matene dan Tadu, Kecamatan Pasilambena. Retakan tanah teramati di Dusun Latodo, Bonto-Bonto, Lembang Matene dan Tadu, Kecamatan Pasilambena. Sebagian retakan tanah tersebut tergolong tipe lateral spreading dengan ciri-ciri berbentuk melengkung dan mengarah ke lembah yang merupakan ciri akan terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah teramati di Dusun Latodo dan Bonto-Bonto, Kecamatan Pasilambena. Jenisnya adalah jatuhan batu dan longsoran bahan rombakan.
Guncangan gempa bumi maksimum terjadi di Pulau Kalaotoa dan Pulau Madu yang merupakan Kecamatan Pasilambena, Kabupaten Kepulauan Selayar dan guncangannya mencapai skala intensitas VII MMI (Modified Mercalli Intensity) (Gambar 1). Hal ini dicirikan oleh setiap orang keluar bangunan, dirasakan sopir yang mengemudikan mobil, orang berjalan kaki sulit berjalan dengan baik, langit-langit dan bagian konstruksi pada tempat yang tinggi rusak, barang pecah-belah pecah, tembok yang tidak kuat pecah, plester tembok dan batu-batu tembok yang tidak terikat kuat jatuh, terjadi retakan tanah, selokan irigasi dan dermaga rusak.
Guncangan gempa bumi di Pulau Selayar menjadi melemah dan mencapai skala intensitas V MMI. Pengukuran mikrotremor menggunakan peralatan seismograf portable di Pulau Selayar memperlihatkan bahwa nilai frekuensi tanah berkisar 1,63 Hertz hingga 14,16 Hertz, nilai periode tanah berkisar 0,07 detik hingga 0,61 detik, nilai Vs30 berkisar 195,96 m/det hingga 1.698,84 m/det, serta termasuk pada tanah sedang (Kelas tanah D) hingga batuan (Kelas tanah B) (Tabel 1). Kondisi tanah di Pulau Selayar termasuk cukup kuat untuk menahan guncangan gempa bumi karena tergolong tanah sedang hingga batuan (batugamping dan batuan rombakan gunung api berumur Tersier). Hal ini didukung oleh nilai amplifikasi yang relatif kecil hasil pengukuran mikrotremor berkisar antara 0,41 kali hingga 2,5 kali. Berdasarkan pengamatan batuan, muka air tanah, dan kejenuhan air, maka potensi terjadinya likuefaksi di Pulau Selayar relatif kecil.
Tabel 1. Hasil pengukuran mikrotremor di Pulau Selayar.
Selama melaksanakan kegiatan survei lapangan, disamping melakukan pemetaan dampak gempa bumi secara langsung di lapangan, TTD Badan Geologi juga melakukan koordinasi dan diskusi tentang mitigasi gempa bumi dan tsunami dengan BPBD Kabupaten Kepulauan Selayar, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Kepulauan Selayar, aparat Kecamatan Pasilambena. Selain itu pada lokasi terdampak, TTD Badan Geologi juga melaksanakan kegiatan sosialisasi dan diskusi secara langsung kepada warga di Pulau Selayar dan Kecamatan Pasilambena.
Daerah – daerah yang mengalami kerusakan terletak di Kecamatan Pasilambena dan Pasiramannu. Menurut Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Bumi yang diterbitkan oleh Badan Geologi tahun 2019 dan sedang dilakukan pemutakhiran, lokasi kerusakan bangunan terletak pada KRB Gempa Bumi menengah, artinya kawasan yang berpotensi terlanda guncangan gempa bumi pada skala intensitas VI hingga VII MMI.
6. Kesimpulan
Gambar 1. Peta Intensitas kejadian gempa bumi tanggal 14 Desember 2021.
7. Rekomendasi
Gambar 2. TTD Badan Geologi melapor dan diskusi terkait kejadian gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 kepada Kepala BPBD Kabupaten Kepulauan Selayar (Bapak Ahmad Anshar kedua dari kanan).
Gambar 3. Foto bersama Kepala Dinas PUTR Kabupaten Kepulauan Selayar (Bapak Muhammad Ramli, memakai jas hitam) setelah diskusi dengan TTD Badan Geologi terkait KRB gempa bumi dan tsunami.
Gambar 4. TTD Badan Geologi diskusi terkait kejadian gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 bersama petugas Polres Kabupaten Kepulauan Selayar.
Gambar 5. TTD Badan Geologi diskusi dengan aparat Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar tentang gempa bumi tanggal 14 Desember 2021.
Gambar 6. Pengukuran mikrotremor untuk mengetahui karakteristik tanah setempat menggunakan seperangkat seismograf di daerah Appatanah.
Gambar 7. Kerusakan bangunan akibat gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Dusun Garaupa, Desa Garaupa Raya, Kecamatan Pasilambena.
Gambar 8. Kerusakan dermaga akibat gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Dusun Latodo Timur, Desa Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena.
Gambar 9. Retakan tanah tipe lateral spreading mengakibatkan penurunan tanah akibat gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Dusun Latodo Barat, Desa Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena.
Gambar 10. Gerakan tanah jenis jatuhan dengan material bongkahan batugamping dipicu gempa bumi tanggal 16 Juni 2021 di Dusun Latodo Barat, Desa Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena.
Gambar 11. Retakan tanah tipe lateral spreading berpotensi untuk terjadi gerakan tanah akibat gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Dusun Tadu, Desa Lembang Matene, Kecamatan Pasilambena.
Gambar 12. Retakan tanah akibat gempa bumi tanggal 14 Desember 2021 di Dusun Latodo Barat, Desa Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena.